Senin, 19 Maret 2018

Persepsi Kita yang Ngeres terhadap Video Klip Agnez Mo

Beberapa waktu yang lalu, saya menemukan artikel opini menarik yang ditulis oleh Ayunda Nurvitasari yang diunggah oleh situs feminis MagdaleneCo  Tulisan itu berisi 'kritikan' terhadap isi videoklip salah satu bintang pop terbesar Indonesia, Agnez Mo. Mengapa kata kritikan saya beri tanda kutip? Karena bagi saya, artikel yang ditulis Ayunda sedikit bermasalah. Mari kita bahas.

Artikel tersebut dimulai dengan sekilas sejarah Agnes Monica yang bertransformasi menjadi Agnez Mo, dari artis cilik menjadi bintang pop yang merajai tangga lagu, juga penulis mengutarakan fakta bahwa Agnez memang terbuka secara seksual dalam karya-karyanya. Bagi saya sendiri, sama sekali tidak ada masalah dengan hal ini. Wanita boleh dan berhak melakukan apa saja terhadap tubuhnya, entah ingin menutupnya rapat-rapat atau membukanya lebar-lebar. Itu bukan urusan siapa-siapa melainkan pemilik tubuh itu sendiri.

Saya mengutip dari penulis, 'Her MVs affirms the presence of male gaze, which explicitly depicts women as visual objects for male sexual pleasure or male spectators.' Hal ini cukup pelik jika benar-benar dipikirkan, karena di awal video, kita bisa melihat Brian J. White berjalan ke arah jendela bertelanjang dada dengan tubuhnya yang atletis dan pantatnya yang sangat menggoda top-top gay ibu kota.

Waduh, apakah saya baru saja mengobjektifikasi Brian? Sekali lagi saya utarakan, ini adalah masalah yang pelik karena ketika wanita menunjukkan bagian tubuhnya pada seorang lelaki, tidak selalu berarti itu objektifikasi. Namun jika itu benar-benar obejktifikasi, maka dua-duanya berada pada posisi yang setimpal karena di awal video kita dapat melihat tubuh telanjang dada Brian J. White 'yang sangat menggoda'.

Ketelanjangan dalam seni bisa bermakna banyak hal, kita tak bisa langsung melabeli bahwa yang tertampil dalam videoklip Agnez adalah objektifikasi terhadap tubuh wanita, kesimpulan itu terdengar sangat subjektif dan terkesan terburu-buru. Perempuan mengeksplorasi seksualitasnya akan selalu dipermasalahkan oleh siapapun. Dari kanan, orang akan menganggapnya pornografi dan perusak moral. Dari kiri, orang akan menganggapnya objektifikasi terhadap tubuh perempuan. Bingung deh mau ke mana.

Baiklah, mari kita masuk ke bagian paling cringe-worthy dari artikel ini. Agnez Mo dituduh menggunakan batik seksi dan melakukan tarian-tarian menggoda sebagai bentuk orientalisme. Apa itu orientalisme? Kembali saya kutip dari penulis aslinya yang mengutip Edward W. Said, "orientalism refers to the way of seeing or imagining that exaggerates or distorts the perception of "the East" (Middle East, Asia) in comparison to "the West" (Europe and the U.S.). Usually it involves perceiving the culture or elements coming from "the East" as exotic, mysterious, inferior, or sometimes dangerous, and how it totally differs from the civilized "West"."

Yang terjemahannya adalah

"Orientalisme mengacu pada cara melihat atau membayangkan yang melebih-lebihkan atau mendistorsi persepsi" Timur "(Timur Tengah, Asia) dibandingkan dengan" Barat "(Eropa dan A.S.). Biasanya melibatkan memahami budaya atau elemen yang berasal dari "Timur" sebagai eksotis, misterius, inferior, atau terkadang berbahaya, dan bagaimana hal itu sama sekali berbeda dengan "Barat" yang beradab."

Bahkan lebih lanjut, menurut penulis, Agnez memanfaatkan batik untuk membangun fantasi yang tidak masuk akal betapa eksotisnya wanita Asia untuk kenikmatan pria barat. Agnez Mo menghilangkan konteks Batik dan menggunakannya sebagai alat untuk melebih-lebihkan eksotisme, erotisme dan misteri Asia.

Mohon maaf, tapi Batik diambil di luar konteks itu seperti apa ya? Apakah berperilaku 'imoral' dengan menggunakan Batik adalah menghilangkan konteks dan esensi Batik? Sepertinya penulis bisa berkaca dari sebuah mahakarya sastra karya Ahmad Tohari yang berjudul Ronggeng Dukuh Paruk, serta adaptasi filmnya yang berjudul Sang Penari yang disutradarai oleh Ifa Isfansyah. Kita bisa melihat Srintil dalam film/cerita itu menggunakan batik/kebaya saat menari atau melayani lelaki. Cerita tersebut mengadaptasi dari realita bahwa menjadi penari/pelacur dapat menjadi sumber mata pencaharian sebuah dukuh. Bagaimana jika Agnez sekedar mengambil realita yang ada dari budaya Indonesia yang pernah ada (atau masih ada), yakni ronggeng?

Saya ingin kembali ke pernyataan tegas Agnez di awal lagu yang juga sempat dikutip oleh Ayunda, "Pimpin' hard, it's an art"

Ini adalah SENI. Dan satu hal tentang seni yang jarang orang bicarakan adalah, ia tidak harus mengeluarkan hasil yang menyenangkan, membahagiakan, atau menghibur. Seni juga dapat menimbulkan ketidaknyamanan, jadi saya rasa seni yang dihasilkan oleh Agnez Mo bisa dibilang cukup jenius sehingga menimbulkan berbagai kontroversi dan ketidaknyamanan. Saya ingin memberikan pujian kepada Agnez mengenai hal ini. Seorang seniman jalanan anonim dari Iggris yang menyebut dirinya Banksy pernah menyebutkan, bahwa "Art should comfort the disturbed and disturb the comfortable." Agnez berhasil melakukan ini. Dengan seninya, ia dapat memberikan kenyamanan pada para fans yang telah lama terganggu menunggu karyanya, serta dapat mengusik beberapa kesatria keadilan sosial yang merasa harus menghubungkan segalanya terhadap sesuatu yang 'ofensif'.

Setelah mengapresiasi karya Agnez, mari kita bahas pernyataan problematik dari Ayunda.

Pertama, menurut Nicholas Tromans, orientalisme dalam seni BIASANYA dilakukan oleh orang barat (western). Saya ingin mengambil premis bahwa kata N untuk merendahkan ras kulit hitam biasanya digunakan oleh orang kulit putih. Namun masa bergulir, dan kata itu tak boleh lagi diucapkan oleh siapapun kecuali dari ras kulit hitam sendiri.

Premis lain, adalah F word di antara kaum homoseksual atau LGBT pada umumnya. Dahulu kata itu ramai digunakan untuk merendahkan para gay, namun sekarang tidak boleh digunakan siapapun kecuali oleh kaum gay sendiri.

Bagaimana dengan Agnez Mo?

Agnez adalah seorang Asia. Lahir di Asia, tepatnya di Indonesia. Apa salahnya jika dia menggunakan sesuatu dari budayanya untuk diperkenalkan ke kancah dunia? Terakhir saya ingat, kata 'cultural appropriation' hanya berlaku untuk mereka yang tidak berasal dari kultur tersebut.

Penulis artikel harus tahu bahwa dari lagu, videoklip, kostum hingga konsep Long As I Get Paid ini semua dirancang dan diprakarsai oleh Agnez sendiri (tentu saja dibantu beberapa orang). Bahkan album internasional pertamaya (tidak, album self-titled bukan album internasional karena tersedia secara eksklusif hanya di Indonesia baik secara digital maupun fisik, penulis harus mengecek faktanya) berada di bawah naungan label miliknya dan kakaknya sendiri, yakni PT. SA Management Indonesia Entertainment, Inc.

Bukankah ini menunjukkan 'woman power' yang selama ini selalu digadang-gadangkan oleh Magdalene? Jujur, saya merasa kecewa ketika membaca artikel tersebut, karena ketimbang berfokus kepada kesuksesan videoklip dan album yang dirilis secara indie oleh seorang wanita independen, Magdalene justru berfokus pada teori orientalisme yang dalam hal ini memojokkan Agnez.

Baca saja kalimat terakhir dari artikel ini, 'But let's hope she won't one day show up with a dreadlock or commit some cultural appropriating gaffe merely to prove her street cred.' Kalimat tersebut menyiratkan asumsi negatif terhadap langkah Agnez selanjutnya. Bahkan penulis sempat membanding-bandingkan cara berpakaian Agnez dengan bintang pop RnB internasional dari Malaysia, Yuna. Terakhir saya ingat, membanding-bandingkan satu perempuan dengan perempuan lain juga bukan konsep yang didukung oleh Magdalene, apalagi lebih menyorot ke cara berpakaiannya.

Sialnya, niat Agnez untuk membawa batik ke kancah dunia dan membuatnya lebih modern disalahartikan sebagai upaya untuk semakin membesar-besarkan fantasi berlebihan oleh lelaki Barat terhadap wanita Asia. Penulis artkel tersebut benar-benar mengabaikan berjibun fakta bahwa Agnez sudah menggunakan batik bahkan sebelum debut internasionalnya (videoklip Paralyzed) dan sering membawakan lagu di live TV nasional menggunakan kostum Batik. Jadi jelas salah jika dikatakan Agnez menggunakan batik semata demi kesuksesan karir internasionalnya dengan menjual 'eksotisme' budaya Timur atau Asia. Dia sudah melakukannya sejak lama.

Ironisnya, ketua Yayasan Batik Indonesia (YBI), Jultin Ginanjar Kartasasmita malah memuji seni yang diciptakan Agnez. "Ya bagus kan, diperlihatkan dia memakai batik,". Lebih jauh, ia menambahkan "Saya setuju sekali kalau ada artis atau siapa yang memperkenalkan batik kita di Internasional."

Sebagai penutup dari artikel ini, saya ingin kembali ke judul tulisan ini, bahwa tidak ada yang salah dengan videoklip Agnez Mo. Kita saja yang menghubung-hubungkannya pada sesuatu yang tidak sesuai dengan konteks. Istilah Jawanya ngeres. Sebuah ironi ketika sekelompok orang yang mengaku progresif justru secara regresif membatasi seni harus seperti ini, seni harus seperti itu.

Saya kira hanya para relijius ekstrimis saja yang menjadi penghalang seniman, ternyata eh nambah lagi. Tentu saja segalanya ada batasnya, namun saya rasa apa yang dilakukan Agnez sama sekali tidak melanggar batas. Kembali ke premis N-word tadi, apakah disebut orientalis jika yang melakukannya orang Asia sendiri? Atau justru empowering? Kita bisa lihat sendiri sehabis melakukan lap dance, Agnez mengulurkan lidah.

Kita bisa melihat sendiri bahwa Brian White mengejar-ngejar Agnez namun tidak tertangkap juga, dan bahwa Agnez menjelaskan video itu berkonsep antara realita dan fakta yang susah dibedakan. Bagaimana jika Agnez justru mengolok-olok para orientalis dengan konsep fantasi-realita yang susah dibedakan ini? Kita tidak pernah akan tahu, karena kita bukan Agnez. Jadi, mending ga usah sok tahu aja yah.

Peace.

Ditulis oleh Irawan Harun, Twitter @adambanax

Kamis, 01 Maret 2018

Video Usai Di Sini dari Penggemar Ini Bagus Banget, Kasihan Raisa Ya Nontonnya

Memang, jalinan asmara antara Raisa dan Keenan Pearce telah kandas beberapa bulan lalu. Namun, masih banyak yang menyayangkan kenapa Raisa dan Keenan harus putus untuk kedua kalinya. Ya, kedua sejoli ini dulu juga pernah menjalin kasih sebelumnya namun kandas di tengah jalan. Nggak lama setelah itu, mereka pun kembali mencoba menjalin cinta. Namun, sepertinya Raisa dan Keenan memang tak diciptakan untuk saling melengkapi. Dan lagi, lagu Raisa yang berjudul Kali Kedua tak mampu mengikat janji cinta mereka. Meski tak ada drama berlebih pada putusnya hubungan mereka, tapi tetap saja berakhirnya asmara antara Raisa dan Keenan menjadi sorotan khalayak ramai, terutama penggemar keduanya.

http://yiutube.site/video/KhVwYgULRK4/raisa-usai-disini.html


Nah meskipun sekarang Raisa dan Keenan udah move on dan punya kekasih baru, tapi baru-baru ini ada sesuatu yang bikin netizen atau penggemar Raisa dan Keenan jadi baper lagi. Kira-kira apa ya?

Salah satu lagu dalam album Handmade Raisa yang berjudul Usai Di Sini dibikinin video musik oleh salah seorang netizen

Salah satu akun Youtube bernama jackandthewilee pada 1 Januari 2017 lalu mengunggah sebuah video musik yang dia buat sendiri. Dalam keterangan video musik tersebut, sang pengunggah mengatakan bahwa itu adalah murni buatannya sebagai penggemar Raisa. Dia hanya mencoba untuk memvisualisasikan lagu dari album Handmade tersebut. Unggahannya yang berjudul Raisa Usai Di Sini (Featuring Keenan Pearce) tersebut hingga saat ini sudah ditonton ratusan ribu netizen.

Video yang bernuansa hitam putih tersebut berisi cuplikan kebersamaan Raisa dan Keenan di masa lalu

Lagu ini bercerita tentang seseorang yang menjalin hubungan dengan kekasihnya namun akhirnya kandas. Hubungan tersebut kandas bukan karena orang tersebut menyerah, tapi dia hanya tahu diri kapan harus berhenti. Hmm, usainya hubungan yang diceritakan tersebut yang mungkin menginspirasi sang netizen untuk membuat video musik ini. Usai Di Sini kebetulan memang belum ada video musik resminya, sehingga hasil karya jackandthewilee ini seakan pas banget dan cocok jadi penggambaran lagu tersebut. Potongan-potongan video Riasa dan Keenan di masa lampau kembali disatukan dalam video ini. Duh, jadi ikutan galau

Meskipun video ini hanyalah hasil karya penggemar Raisa, tapi video ini seakan benar-benar menggambarkan kisah cinta Raisa yang telah pupus

Meski ini hanyalah hasil karya penggemar, tapi video musik ini sukses merepresentasikan hubungan penyanyinya yang benar-benar kandas. Apalagi dengan cuplikan-cuplikan foto atau video yang hanya berwarna hitam putih, membuat video ini terasa mengingatkan kembali kisah cinta Raisa dan Keenan yang sempat dikatakan sebagai relationship goals tersebut. Ditambah relevansi lirik di dalamnya, video ini benar-benar sukses bikin penonton baper, apalagi penggemar Raisa dan Keenan yang sangat mendukung hubungan mereka dahulu.

Meskipun masih ada yang menyayangkan kandasnya hubungan mereka berdua, namun netizen tetap mendukung pilihan mereka masing-masing. Karena hanya Raisa dan Keenan yang tahu makna kebahagiaan bagi masing-masing mereka. Apalagi mereka putus secara dewasa dan baik-baik  tanpa drama.

Penasaran seperti apa video musiknya? Cekidot!